Dear Working Mom : I Feel You, too

Halooowww.. lama banget EMak engga nulis hahaha. Mari memulai lagi yuk..Kali ini, Emak ingin menuliskan pengalaman Emak setelah akhirnya benar-benar memulai bekerja meski full time nya hanya dua hari seminggu dan sisanya hanya menerima tawaran pekerjaan setengah hari bila ada.
.
Jujur saja, sebelum benar-benar merasakan bekerja, ketika masih full tinggal di rumah mengurus anak, Emak pernah berpikir enak sekali para ibu yang bekerja, bisa keluar rumah, bertemu teman, sejenak istirahat dari anak dan punya penghasilan sendiri pula. Ada perasaan iri terhadap mereka yang bisa keluar rumah untuk bekerja dan jujur saja selama memutuskan menjadi ibu rumah tangga, Emak banyak menemui masa masa sangat jenuh sampai sampai malas mengerjakan segudang pekerjaan rumah yang menumpuk. Ada pula saat-saat dimana Emak minder sekali dengan teman teman yang bekerja. Perasaan hancur yang sulit dijelaskan dengan kata-kata bahkan sampai cenderung menarik diri. Alhamdulillah semua itu bisa terlewati.

Setelah bekerja, memang kesenangan yang dibayangkan dari pergi bekerja benar terjadi. Seperti bisa keluar rumah dalam waktu lama, bisa bertemu dengan teman-teman dan orang lain selain keluarga di rumah, punya banyak teman diskusi, bisa istirahat dari aktifitas mengasuh anak, dan tentunya mendapat penghasilan sendiri. Hampir enam bulan sudah kira-kira Emak mulai bekerja. Namun setelah mengalami sendiri, ternyata ada perjuangan yang juga sama beratnya dengan ketika Emak tidak bekerja. Perlu usaha lebih untuk memastikan semua peran dijalankan dengan baik tanpa mengabaikan orang-orang yang membutuhkan kita, terutama suami dan anak. Disini pandangan Emak semakin terbuka bahwa tidak ada yang lebih baik dari ibu bekerja maupun ibu di rumah. Semua menghadapi suka dukanya masing-masing.

Ketika Emak memutuskan untuk mengambil pekerjaan lebih rutin dan mendapat izin dari suami, Emak bertekad untuk menjalankan seluruh peran dengan baik. No baper baper No berantem berantem sama Apa (Pak Suami) karena ada tugas rumah yang keteteran atau luput merhatiin kebutuhan Digan dan Suami. Namun pada praktiknya, tekad saja tidak cukup dan ternyata suliit sekali untuk tetap seimbang menjalankan peran sebagai Ibu, Istri, dan juga Pekerja Profesi.

Ada hari-hari dimana semua aman terkendali, lancar dan bisa dijalani dengan baik. Tapi ada pula dimana hari menjadi terasa begitu riweuuuh, ngos-ngosan, lelah sekali dan rarungsing. Sebagai ibu bekerja, sebelum berangkat biasanya kita menghadapi morning rush. Dari mulai masak, menyiapkan sarapan suami, beres-beres, cuci-cuci yang bisa dicuci, temani anak ke kamar mandi, nyuapin anak dulu, dll. Tidak jarang, malah kita yang lupa sarapan sebelum berangkat atau bekal makan siang kita yang ketinggalan hahaa. Ketika load kerjaan sedang banyak-banyaknya, tubuh rasanya tidak diberi jeda istirahat meski malamnya harus begadang-begadang sampai subuh. Pulang kerja harus berusaha tetap mindful, meninggalkan pekerjaan di kantor dan fokus main dengan anak serta quality time dengan suami. Namun tidak jarang pula diri ini saking lelah jadi sulit menahan emosi baik ke anak atau paling sering ke suami hehehe.

'Alhamdulillah sejauh ini semua masih dapat dinikmati dengan segala suka dan dukanya. Peer besar Emak adalah lebih pandai memanage waktu dan diri agar tugas-tugas rumah pun dapat dikerjakan tanpa dinanti-nanti. Alhamdulillah banget juga keluarga memberika support yang luar biasa sehingga emak bisa kerja dengan tenang dan meninggalkan anak hampir tanpa drama. Digan bener-bener anak bageur dan pengertian :')

So, to all my dear Working Mom Friends, I feel you and I know how you might feel so exhausted running all those role every day. But you still enjoy being a mother and have your own career. As a working mom. There's nothing wrong with that, your feeling is completely true. 

Sering kali para ibu bekerja bergelut dengan perasaan bersalah meninggalkan anak, bergelut dengan komentar lingkungan yang memberi cap 'buruk' pada mereka karena meniggalkan anak demi pekerjaan. Tanpa  banyak yang juga tahu bahwa sebelum itu semua, sang ibu sudah lebih dulu merasa bersalah bahkan menyalahkan diri sendiri karena sering kali harus pergi meninggalkan anak. Sering kali, kondisi Reality Bites benar-benar terjadi. Mau tidak mau ibu harus bekerja untuk kehidupan keluarga dan anaknya yang lebih baik. Ada beberapa kondisi dimana sang ibu tidak memiliki pilihan lain.

Namun, pada akhirnya tetap penting untuk memastikan ada ikatan yang terjalin, kehangatan yang terjaga, dan hati yang dihargai antara ibu, anak dan tentunya sang suami. Tetap berusaha mindful dan 'hadir' bagi anak dan suami, berusaha memenuhi peran dengan baik agar tidak ada hati yang merasa diabaikan menjadi sangat penting pada kondisi ibu yang bekerja. Selalu refleksikan kembali, apa tujuan kita bekerja dan demi kebaikan siapa? Hal ini juga Emak alami sendiri. Penting sekali untuk punya strategi mendetox emosi, menetralisir diri sepulang kerja sebelum berinteraksi dengan anak dan keluarga di rumah. Penting sekali untuk benar-benar menyediakan waktu berkualitas dengan anak dan suami tanpa diganggu pekerjaan dan hal lain. Sesederhana memeluk, menanyakan kabar, sampai bermain dan tertawa bersama.

Kita ibu yang bekerja, kita hebat dan kita bisa mejalani ini sebaik mungkin yang dapat kita lakukan.
Bantu kami, dukung kami, karena hanya itu yang kami butuhkan, apresiasi tanpa perlu menghakimi...


Salam hangat,
Emak <3


Comments

Popular posts from this blog

Dear Couples: Movie Review - Marriage Story [SPOILER ALERT]

Dear Stay at Home Mom : It's not easy. I know, I Feel You, I Am With You

Dear Parents: About Being Parents (Obrolan Sore bersama Ibu Joefi)