Dear Mothers #2: Being A Stay At Home Mom, Grieving, Then Healing

Yep, kali ini kita akan bahas mengenai kehidupan sebagai stay at home mom dan grieving? Maksudnya grieving? Ah lebay kali. Eits! Sebelum menilai bahwa grieving dalam proses menjalani kehidupan ibu rumah tangga adalah sesuatu yang lebay, coba dibaca dulu tulisan Emak yang satu ini. Semoga bermanfaat bagi para ibu dan support system di sekitarnya yaa.

Memutuskan menjadi sepenuhnya ibu rumah tangga yang tinggal di rumah bersama anak bukanlah keputusan yang mudah. Baik saat proses membuat keputusannya maupun saat menjalaninya. Seperti yang disebutkan dalam artikel "What Research Says About Being a Stay At Home Mome?" [1] bahwa saat ini ibu yang memutuskan menjadi stay at home mom (SAHM) mengalami peningkatan, namun di sisi lain banyak ibu SAHM yang melaporkan bahwa mereka mengalami kesedihan, rasa marah, dan bahkan depresi. Disebutkan pula bahwa SAHM menghabiskan hampir seluruh waktunya bersama anak dibandingkan bersosialisasi di luar sehingga hal ini membuatnya rentan merasa kecil di lingkungan sosial. Karena itulah, support system yang baik sangat mereka perlukan untuk lebih meningkatkan rasa berharga, menyayangi diri dan meningkatkan kepercayaan diri mereka.

See? It's not easy. Namuun di sisi lain, artikel dari Tribunnews.com [2] menyebutkan bahwa ibu rumah tangga justru merasa lebih bahagia karena berada di rumah, memberikan sepenuhnya waktu dan diri mereka untuk keluarga membuat mereka merasa berarti. Loh? Bisa bertolak belakang dengan artikel sebelumnya yaa? Inilah menariknya menjadi ibu rumah tangga. Ada perasaan yang bisa sangat bertolak belakang yang dirasakan oleh kami. Di sisi lain kami sangaaat bahagia karena bisa lebih banyak menghabiskan waktu dan berbagi dengan keluarga, namun di sisi lain seringkali ada titik jenuh, bosan, setiap hari berada di rumah membuat emosi dengan mudah menguasai apalagi bila tidak memiliki strategi regulasi yang tepat.

Sama halnya yang dirasakan oleh Emak. Membuat keputusan menjadi SAHM, tidak mengambil pekerjaan di luar rumah, sepenuhnya mengurus anak dan rumah bukanlah proses yang mudah. Tapi di sisi lain justru sangaaat membahagiakan. Tidak ada yang bisa menggantikan rasanya bersama anak setiap saat, memastikan setiap aktifitasnya satu hari dan merasa sepenuhnya in control. Maklum Emak orangnya pencemas dan sulit percaya orang lain haha. Jadi susaaah banget untuk menyerahkan Digan ke pengasuh. Pokonya emang bahagia banget nget nget!!. Tapii..jeng jeeeng. Ada yang aneh dengan Emak! Ada perubahan aneh yang terjadi ketika dan beberapa waktu setelah Emak memutuskan menjadi SAHM.

Awalnya, ada fase dimana Emak menolak kenyataan bahwa Emak harus sepenuhnya di rumah, tidak bekerja, tidak beraktfitas. Lalu Emak menjadi mudah marah, mudah terbawa emosi dan berkurang kesabaran dalam menghadapi Digan. Sangat aneh karena Emak biasanya sabar sekali pada Digan. Ketika Emak mencoba bercerita pada teman, Emak merasa membaik. Namun muncul fase terjun bebas kembali. Emak kehilangan semangat, malas melakukan apapun yang menyangkut pekerjaan rumah, helpless, low low low low energy sekalii. Syukurlah keadaan ini disadari penuh akhirnya dan Emak tahu ini tidak boleh dibiarkan berkelanjutan. Jadilah Emak banyak refleksi dan mencoba menambah pengetahuan mengenai apa sih yang terjadi pada Emak.

Sampailah Emak pada suatu konsep yang namanya Grieving Stage dari Kubler Ross. Aslinya konsep ini muncul untuk para pasien yang mengalami Terminal Illness. Kemudian konsep ini berkembang dan lebih banyak dipakai untuk mendeskripsikan kondisi seseorang yang baru kehilangan seseorang karena kematian. Namun dijelaskan dalam artikel "What You Should Know About the Stages of Grief" [3]bahwa Grieving bersifat universal, unik dan tidak hanya tentang kematian. Tapi perpisahan, perceraian, kehilangan pekerjaan, dan semua yang terkait perubahan tiba-tiba.

Emak sendiri belum menemukan artikel ilmiah, jurnal atau penelitian terkait grieving dan kehidupan SAHM. Namun berkaca pada pengalaman sendiri, konsep ini terasa pas dan berhubungan. Emak sadar betul yang dirasakan jelas sudah bukan baby blues dan bukan pula PPD (Post Partum Depression). Satu-satunya konsep yang bisa menjelaskan kondisi Emak ya grieving ini. Untuk tahapannya apa saja, bisa langsung cek tautan terkait yaah. Nah berangkat dari pemahaman ini, akhirnya Emak pun merasa mendapatkan energi baru dan mencoba mengatasi hal ini. Apa yang Emak lakukan?

Membuka Diri pada Support System Utama yaitu Pak Suami.  Akhirnya Emak mulai menceritakan pada pak suami apa yang terjadi dan apa yang Emak butuhkan darinya yang mampu membantu Emak. Alhamdulillah setelah percakapan cukup panjang dini hari, heart to heart sama pak Suami yang makin sabar sama Emak. Emak merasa jauuh jauuuh jauuuh membaik! Energi di rumah, terutama Digan pun terasa perubahanya. Emak kembal menjadi Emak yang lebih sabar di rumah.  Tidak berhenti sampai disini.

Membuat personal plan. Emak mulai membuat rencana strategi healing. Emak mulai dengan membuka kembali blog dan kembali menulis. Target setiap satu atau dua minggu naik tulisan Emak di blog ini. Lalu Emak mulai melengkapi kembali alat lukis. Hobi yang sangaat lama ditinggalkan padahal sejak dulu menggambar selalu menjadi sarana katarsis Emak. Meskipun masih belum sempat juga dilakukan hahaha. Tapi akan disempatkan. Tentu rencana-rencana personal lainnya yang dirasa diperlukan agar Emak tetap sehat dan waras hihi.

Sampai disana, kok rasanya masih ada yang kurang ya. Pikiran Emak pun menerawang pada ibuk-buk lain di luar sana yang mungkin mengalami hal yang sama dengan Emak. Bahkan mungkin tidak disadari sehingga tidak ditangani dan tidak pernah sampai pada tahap acceptance. Sulit menerima diri, tidak menyayangi diri, emosi-emosi terpendam muncul ke permukaan dan siapa yang paling rentan terkena? Tentu anak sendiri. Jadilah muncul keinginan yang sangat kuat untuk berbagi, membantu dan saling menguatkan para ibu di luar sana.

Emak pun akhirnya menghubungi beberapa teman, sharing dan woow banyak pula yang mengalami hal yang sama meski tidak tahu secara konsep apa yang terjadi dengan mereka. Jadilah personal plan tidak lagi menjadi personal.

Spread Positivity and Make some Differences
Sejenak lupa, kemudian kembali pada kalimat ini. Sesuatu yang senang Emak lakukan sejak duluuuu. Aaah kenapa lupa dan terpatok hanya pada harus kerja, berkarir. Ah benar jugaa. Alhamdulillah Emak sampai pada fase ini. Fase dimana Emak bertemu dengan para ibu-ibu hebat dari berbagai kota dan kami mulai berkumpul (meski online) dan membuat rencana bersama untuk menebar energi positif dan membuat perubahan-perubahan kecil namun bermanfaat bagi para ibu lainya. Aktifitas seperti ini yang justru tidak pernah gagal memberi energi semangat buat Emak nih! Yooossh! 

Apa sih rencananya? Apa sih yang akan dilakukan? Eits! Tunggu tanggal launching nya yaa. Yang pasti Emak merasa sangat bersyukur bisa berkumpul dengan para ibu hebat ini. Hampir semuanya ibu rumah tangga namun juga tidak sedikit yang berkarya. Berangkat dari personal story yang sama yaitu menjadi Stay At Home Mom, kami ingin lebih kuat, ingin berbagi energi positif, ingin bisa saling menyupport. Tentunya tidak menutup kemungkinan juga bagi para working mom di luar sana yang juga sama hebatnyaa.❤❤❤

 Oiya kembali lagi pada kondisi grieving pada SAHM. Is it okay to grief your past life after deciding to become SAHM? It's not okay but IT'S NECESSARY. Kenapa? karena kita perlu sampai pada tahap acceptance, menerima, penerimaan. Meski tidak seluruh tahapan grieving perlu dilalui dan setiap orang mengalami fase yang unik, tapi proses mengalami dan memahami rasa kehilangan dan berduka atas kehilangan tersebut tidaklah salah, ia bahkan mampu mengantarkan kita pada fase dimana kita bisa menerima kondisi yang ada saat ini. Dengan menyadari proses tersebut yang terjadi pada diri kita maka akan tepat pula langkah-langkah kita dalam merespon apa yang kita rasakan dan apa yang perlu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan kita agar kita mampu pulih dan move on.

FYI, sebenernya Emak juga ga berhenti kerja selamanya sih hahaa. Sementara sampai Digan siap ditinggal sehari dua hari selama beberapa jam sajaah. Tentu Emak akan lebih banyak di rumahnya. Lebay yaah haha Engga dong. Tidak ada yang mudah ketika kita membuat suatu perubahan yang tidak sesuai rencana kita sebelumnya. Fase ini toh tetap terjadi pada Emak dan Alhamdulillah mulai teratasi. Selain itu, tidak ada sesuatu yang besar yang lahir dari kemudahan bukan? Jadi Emak alami, sadari, terima dan atasi. Kini mari mulai bergerak, untuk para ibu di luar sana :) 

Sumber Referensi:
[1] https://www.verywellfamily.com/research-stay-at-home-moms-4047911

[2] http://www.tribunnews.com/lifestyle/2016/09/30/survei-ibu-rumah-tangga-hidup-lebih-bahagia-ketimbang-ibu-bekerja

[3] https://www.healthline.com/health/stages-of-grief

Comments

Popular posts from this blog

Dear Couples: Movie Review - Marriage Story [SPOILER ALERT]

Dear Stay at Home Mom : It's not easy. I know, I Feel You, I Am With You

Dear Parents: About Being Parents (Obrolan Sore bersama Ibu Joefi)